Opini  

KPK: Hendaklah Keadilan Ditegakkan Walaupun Langit Akan Runtuh

Yetti Rochadiningsih
Korupsi (foto: www.freepik.com)
Korupsi (foto: www.freepik.com)

Penting untuk diingat bahwa prinsip “hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh” merupakan pilar fundamental dalam sistem hukum yang adil dan demokratis.

Bagai petir di siang bolong, berita yang melibatkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri tentunya melukai seluruh hati rakyat. Kepada penegak hukum yang mana lagi rakyat harus percaya?

Dalam konteks ini, kita dapat merenungkan situasi yang melibatkan pimpinan KPK.

Fiat Justitia Ruat Caelum, meskipun keadaan mungkin sulit atau langit seakan-akan akan runtuh, keadilan harus tetap menjadi prioritas utama terutama bagi para penegak hukum di Indonesia.

Dalam kasus ini, transparansi, akuntabilitas, dan independensi lembaga penegak hukum seperti KPK menjadi kunci untuk menjamin penegakan keadilan. Meski dihadapkan pada tekanan atau tantangan, perjuangan melawan korupsi harus terus diupayakan demi integritas sistem hukum dan keadilan yang sesungguhnya.

Hukum dan Kekuasaan

Hukum tanpa kekuasaan hanyalah angan-angan hal ini menegaskan pengakuan bahwa hukum memerlukan kekuasaan atau otoritas untuk diterapkan dan dihormati. Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum tidak hanya terletak pada teks hukum itu sendiri, tetapi juga pada kekuatan dan kemampuan lembaga penegak hukum.

Momen kontroversi yang melibatkan Ketua KPK terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dianggap beberapa pakar hukum dan politisi sebagai momentum tepat untuk membersihkan KPK.

Pertanyaannya sekarang, apakah KPK dapat memulihkan kembali kekuatannya? dan bagaimana pemerintah dapat mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut?

Baca juga: Akibat Hukum Debitor PKPU Tidak Melaksanakan Putusan Homologasi

Kekuasaan Penegak Hukum

Dalam hal ini, “kekuasaan” dapat merujuk pada berbagai elemen, termasuk keberadaan lembaga penegak hukum, sistem peradilan yang independen, dan ketersediaan sumber daya untuk menegakkan hukum. Hukum yang hanya ada sebagai konsep atau teori tanpa adanya mekanisme konkret untuk menerapkannya seringkali tidak dapat mencapai tujuan utamanya, seperti menjaga ketertiban, keadilan, dan keamanan.

Hal ini mencerminkan bahwa keberhasilan hukum tidak hanya terletak pada keberadaan peraturan atau norma, namun juga pada kemampuan sistem hukum untuk memberlakukan aturan tersebut secara konsisten dan adil.

Faktanya kinerja KPK dalam mengusut kasus korupsi dinilai menurun, belakangan ini justru dinilai semakin memalukan. Dugaan adanya upaya pelemahan KPK dan telah berlangsung lebih dari satu dekade tidak dapat di pungkiri lagi. Berikut ini merupakan beberapa dugaan upaya pelemahan tersebut:

UU KPK yang Dinilai Cacat Hukum

Melansir dari laman website Universitas Islam Indonesia (UII), Harun Al Rasyid yang dulu dikenal sebagai Raja OTT KPK mengatakan revisi UU No 19 Tahun 2019 bukan merupakan bentuk penguatan KPK. Menurutnya, berdasarkan salah satu kaidah hukum fiqih, keinginan untuk membuat suatu kebaikan seharusnya tidak boleh menyebabkan mudhorot. Namun kaidah ini tidak berlaku dalam revisi UU KPK ini.

Dalam konteks implementasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk anggota KPK kala itu, dianggap sebagai pengabaian terhadap prinsip hukum. Penegasan ini disebabkan oleh absennya ketentuan mengenai TWK dalam UU No 19 Tahun 2019 yang mengatur mengenai KPK. Selain itu, dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (PKPK) yang disusun melalui harmonisasi antara KPK, Kemenpan RB, serta Kemenkumham, tidak ada pembahasan mengenai pelaksanaan tes wawasan kebangsaan.

Harun menyampaikan bahwa sejak PKPK diumumkan, internal KPK telah menolak. Dia mengungkapkan penolakan tersebut terjadi karena TWK tidak diatur dalam UU No 19 Tahun 2019 atau peraturan lainnya. Meskipun demikian, Pimpinan KPK menyatakan bahwa TWK hanya merupakan langkah formalitas. Namun, Harun dan rekan-rekan anggota KPK menolak, karena mereka percaya bahwa menyebutnya sebagai formalitas dapat menimbulkan kesan yang menyesatkan di kalangan publik.

UU Tipikor dinilai multi tafsir

Kaitan UU Tipikor terhadap upaya pelemahan KPK adalah topik yang dapat menjadi perdebatan dan interpretasi yang tentunya beragam. Beberapa hal yang dapat dijelaskan di sini antara lain.

Pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) tidak memenuhi asas lex certa. Pasal itu juga multitafsir sehingga membahayakan kepastian hukum. Terutama menyangkut frasa “dapat merugikan keuangan negara” di kedua pasal tersebut, ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Prof Eddy OS Hiariej. “Kedua pasal itu multitafsir yang membahayakan kepastian hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.”

Pemulihan Kekuatan KPK

KPK merupakan Lembaga independent yang masih diperlukan, oleh karenanya KPK tidak boleh dibubarkan apa lagi sampai di buat lemah. Apa jadinya jika KPK bubar? Lha wong ada KPK saja masih banyak pejabat yang terang-terangan korup.

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas, bilamana ada upaya pelemahan KPK maka sekarang saatnya Kekuatan KPK di perkuat!!!

Sudah jelas tugas KPK itu bersih-bersih. Kalau di dalamnya saja masih kotor, ya terpaksa harus dibersihkan dulu. Selain bersih-bersih, sebetulnya ada beberapa cara untuk mengembalikan kekuatan KPK.

Memperbaiki atau merevisi Peraturan/UU yang dianggap melemahkan KPK; memberi otonomi dan mandiri yang cukup agar KPK dapat menjalankan fungsinya tanpa tekanan; menjamin keberlanjutan dan independensi SDM KPK; dan membangun kerja sama yang erat antar lembaga pemerintahan dan non-pemerintahan untuk mendukung tusi KPK.

Mengembalikan Kepercayaan Publik

Melansir portal berita Republika, 9 Apr 2023, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil surveinya terkait tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara dalam hal penegakan hukum. Terdapat tiga lembaga negara yakni Kejaksaan Agung, KPK, dan Kepolisian, yang dinilai masyarakat penegakan hukum masih rendah.

Dalam hal mengembalikan kepercayaan bukanlah hal yang mudah, sudah pasti susah, namun jangan menyerah, apa lagi terkait urusan negara. Pemerintah dapat mencoba untuk meningkatkan kepercayaan publik dengan cara:

Transparansi dan Akuntabilitas, tunjukan komitmen menjalankan tugas dengan transparan dan akuntabel, libatkan publik dalam proses pengambilan keputusan.

Sosialisasi Edukasi, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peran dan fungsi KPK dalam memberantas korupsi.

Keterlibatan Masyarakat Sipil, melibatkan aktif masyarakat sipil dan organisasi anti-korupsi dalam mengawasi kinerja KPK.

Responsif terhadap Keprihatinan Publik, cepat tanggap dan efektif terhadap kekhawatiran atau kecurigaan yang muncul dari masyarakat terkait kinerja KPK.

Jangan sekali-sekali menormalisasi KORUPSI…

Karena KORUPSI bisa menjadi tradisi…

Penguatan Kerja Sama Internasional, dalam pemberantasan korupsi, sehingga masyarakat Indonesia merasakan bahwa upaya pemberantasan korupsi melibatkan komitmen global.

Penguatan Etika dan Integritas, menekankan pada nilai etika dan integritas dalam setiap aspek kinerja KPK.

Referensi:

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61151544

https://www.merdeka.com/peristiwa/firli-jadi-tersangka-abraham-samad-sebut-momentum-bersih-bersih-kpk-52806-mvk.html?screen=1

https://theconversation.com/upaya-pelemahan-kpk-telah-berlangsung-lebih-dari-satu-dekade-130396

https://www.jpnn.com/news/sekali-lagi-cicak-vs-buaya-atau-buaya-vs-buaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *